Mana yang paling bisa berdampak pada produktivitas? Orangnya atau sistemnya? Menjawab pertanyaan ini OK coba saya kasih ilustrasi awal ya
Kalau Anda punya bis yang tidak punya tujuan tapi diisi dengan orang-orang hebat, kira-kira ke mana mereka akan membawa bis itu? Tentu ke tempat-tempat hebat. Karena isinya adalah orang-orang hebat. Sepakat?
Percaya atau tidak, sampai dengan kemarin sebelum menulis artikel ini saya pun setuju. Saya dan Anda mungkin tidak terpikirkan opsi yang anti mainstream lainnya. Coba kita balik! Bis itu sekarang diisi dengan sekumpulan pecundang tapi bis itu punya tujuan ke tempat di mana para pecundang ini akan di berakhir dengan hebat. Apa pendapat Anda?
Kita ambil contoh dunia nyata. Jika bis adalah perusahaan dan orang-orang di dalam bis tadi adalah Team Anda. Maka akan ada dua opsi seperti cerita bis di atas.
1. Team Anda hebat tapi perusahaan Anda belum besar. Tujuannya masih bisa berubah selayaknya startup jaman now. Yang bisa dengan bebas berubah haluan sesuai kebutuhan dengan ritme yang anggun. Kita ambil contoh gojek. Dulu hanya mikirin bagaimana caranya mempertemukan ojek pangkalan dengan customer sehingga win win solution. Ojeknya bisa dapat orderan tanpa harus tunggu lama, dan customer bisa cepat dilayani. Lalu dengan meningkatnya kebutuhan dan ritme bisnis, gojek lalu berubah menjadi perusahaan yang punya data Base pelanggan yang sangat besar. Jangan remehkan database, dengan database Anda bisa jalankan transaksi puluhan milyar hanya dengan modal data itu1. Mereka bahkan diperkirakan tahu menu sarapan favorit di antara jam 6.00-09.00 di area perumahan mewah sekitar pondok indah itu apa? Sampai ke kawasan kos-kosan mahasiswa budget terbatas di kukusan beiji depok. Sampai dengan harini bahkan gojek menjadi perusahaan keuangan elektronik yang sangat disegani dengan GoPay nya.
Bagaimana ini bisa terjadi? Dari ojek, ke makanan, lalu berubah jadi transaksi non tunaiKarena bis (perusahaan) diisi dengan orang-orang hebat
2. Sebaliknya perusahaan Anda punya tujuan dan system yang besar lalu diisi dengan orang-orang ala kadarnya, orang-orang rata-rata. Apa yang terjadi? Kemungkinan terbaiknya adalah orang-orang itu berubah menjadi hebat karena system Anda hebat. Kita ambil contoh google. 3-4 bulan lalu sambil main skateboard saya dengerin podcast finfolk2 dimana hostnya wawancara anak muda Jakarta yang sudah 8 bulan kerja di google Indonesia. Disitu doi cerita bagaimana transformasi dirinya yang tadinya biasa-biasa saja, tidak begitu produktif, sangat rata-rata, bisa di “racuni” oleh system yang baik di google sehingga bukan hanya produktivitas saja yang meningkat sejak kerja di google tapi juga kreativitas dan happy. Disini tentu kita sepakat Google punya sistem perekrutan yang sangat baik, tapi jangan kita abaikan juga sampai didalam itu sistemnya lebih baik lagi sehingga bisa mengutilisasi ritme kerja Team.
Tapi terlepas dari apakah orang atau sistem yang berdampak lebih besar, pemimpin biasanya akan berusaha meningkatkan produktivitas karyawannya. Saking seringnya kadang karyawannya merasa bosan dengan banyaknya pelatihan produktivitas yang wajib mereka ikuti. Apa kabar hasilnya?
Dengan semua janji performa puncak yang akan tercapai, kebanyakan orang masih merasa kewalahan dengan pekerjaan, tumpukan email, kebibungan prioritas dan kehidupan pribadi mereka sendiri.
Pendekatan training bisa menjadi opsi yang bagus walaupun mungkin kita jadi sering lupa satu hal penting yaitu orang-orang yang bekerja dalam satu bendera itu tidak bekerja sendirian melainkan mereka bekerja sebagai team atau organisasi yang rumit. Rumit karena seringkali kita akan temui hubungan antar mereka ternyata memiliki pengaruh besar terhadap produktivitas pribadi.
Sebagai contoh, jika Anda adalah owner onlineshop dengan ribuan costumer tentu Anda tidak akan bisa menyelesaikan semua pekerjaan dengan tepat jika Anda masih dipusingkan dengan membalas ratusan chat dan email tiap harinya. untuk itu Anda butuh system, Anda butuh admin yang bekerja dengan system Anda sehingga Anda lebih mudah mengorganisir bisnis Anda.
W. Edwards seorang konsultan manajemen legendaris dalam bukunya “out of the crisis” mengatakan 94% masalah dan solusinya datang dari sistem, bukan individu. Mungkin tidak tepat 94%, dalam aplikasinya bisa saja Anda temukan perbandingannya 80:20%, atau mungkin 99:1%. Sebagian besar dari kita punya pengalaman kerja di perusahaan orang lain.
Silakan ingat-ingat lagi, jika Anda punya pengalaman bekerja di lebih dari 2 perusahaan atau Anda tahu sistem dari perusahaan saingan Anda, tentu Anda jadi sadar bahwa ketika seorang yang tidak punya habit tertentu dan masuk ke sistem tertentu maka mau tidak mau dia akan berubah menyesuaikan diri dengan sistem yang ada. Dengan banyaknya contoh sukses yang ada, saya dan harusnya Anda juga setuju bahwa suplemen terbaik untuk meningkatkan produktivitas harusnya ada di level sistem, bukan di level orangnya. Berikut tips meningkatkan system Anda
1. Atur waktu ngobrol lebih banyak
Ngobrol seringkali dianggap gangguan di kantor-kantor. Padahal dengan menerapkan sistem yang baik, obrolan bisa membuat masalah internal sampai masalah besar selesai mulai dari lini terdepan sampai dengan lini pengambil keputusan. Anda mungkin sudah akrab dengan ritual pagi kantor-kantor yaitu briefing pagi. Di mana semua orang berkumpul dan saling berbagi rencana harian, menceritakan kendala dan meminta saran. Apa nama aktivitas itu? Ngobrol. Tapi seringkali mengobrolnya hanya pagi.
Ngobrol itu sifat alami manusia. Daripada Anda larang dan mereka ngobrol dibelakang Anda, lebih baik atur agar sifat alami tetap ada tapi yang bermanfaat. Atur lah waktu ngobrol sesama team lini pertama 15 menit diawal hari. Sesi ngobrol berikutnya didampingi dari supervisor saat siang hari dan sore hari Anda bisa menyusun jadwal ngobrol lagi dihadiri direktur dan team exekutif lainnya. Dengan demikian masalah yang ada bisa ditangangi bahkan sampai level terbawah sekalipun.
Cara ini membuat hubungan makin akrab antara front liner, back office bahkan sampai lingkaran manajer. Meningkatkan kecepatan problem solving dan juga mengurangi memo atau email yang tidak perlu antara sesama Team.
2. Perjelas to do list
Sebagian besar pekerjaan yang ada di kantor tidak jelas karena hanya tersimpan di komputer atau dikepala orang. Akibatnya kita sulit mengukur apakah seseorang kelebihan beban? Sudah melakukan follow Up penting harini? Atau apa saja yang mereka lakukan seharian ini?
Papan tulis fisik dengan detail tugas atau layar elektronik memungkin Anda membagi tugas dengan adil dan proporsional. Selain mengurangi jumlah email atau pesan text internal tidak penting, ternyata bisa membantu Team bekerja lebih efektif dan efisien.
Profesor Leslie Perlow dari Harvard Business School menerapkan sistem waktu istirahat yang terjadwal rutin disebut “predictable time off” 3. Di situ, semua aktivitas kantor bahkan perangkat kerja dan email tidak akan disentuh. Hasilnya adalah kepuasan kerja dan keseimbangan hidup lebih baik tanpa mengorbankan kualitas pelayanan
Anda bisa menerapkan dengan cara membagi tugas secara adil dan ter visualisasi (papan atau virtual) juga lengkap dengan jam istirahat yang terjadwal dan disiplin (siang, sore dan malam).
Konon katanya bahkan sampai pemerintah Jerman melarang pemilik bisnis mengirim email kantor kepada karyawan jika sudah lewat jam 18.00, dan mereka benar-benar disiplin akan itu
3. Tombol emergency.
Pernah nonton bagaimana batman ketika dibutuhkan maka akan ditembakkan lampu sorot raksasa berlogo batman ke langit. Itu adalah panggilan emergency kepada batman. Walaupun secara logika saya kurang setuju dengan ide itu karena jika ada penjahat yang memang mengincar batman, maka dengan mudah bisa mencari lokasi batman saat lampu sorot itu digunakan.
Tapi ya sudah lha ya.., intinya adalah lampu sorot itu digunakan hanya ketika kondisi nya benar-benar darurat. Polisi tidak akan menggunakan cara itu jika cuma urusan debt collector pinjol sedang bikin rusuh. wkwkwkwkwk
Sayangnya sebagian besar organisasi tidak memiliki tombol darurat untuk menunjukkan bahwa sedang ada masalah besar yang butuh perhatian banyak orang. Ketika ada masalah, semua Team dipaksa harus tahu dan memeriksa semua platform yang digunakan oleh kantor.
Hal serupa terjadi di kampus saya. Walau terkenal kampus mahal dan elite, tapi memang mereka pun terlihat masih kewalahan dengan sistem. Beberapa bulan ini saya sering keteteran karena ketinggalan kelas atau email ujian susulan yang tidak terbaca. Ini terjadi karena banyaknya platform yang digunakan dan tidak bisa diprediksi kapan menggunakan Zoom? Kapan menggunakan Microsoft Teams, kapan email masuk ke Gmail kapan masuk ke Outlook.
Ketika ada situasi emergency di rumah sakit misalnya, seluruh tenaga medis akan lebih mudah mengarahui dan merespon cepat jika didalam gedung itu sudah disepakati saluran apa yang digunakan untuk kondisi tersebut. Ini membebaskan mereka dari kewajiban mengecek semua platform yang ada dan menjadi tidak fokus pada apa yang sedang dikerjakan.
Perusahaan bisa lebih efektif dan lebih fastrespon mengelola masalah jika seluruh team tahu saluran mana yang digunakan saat kondisi serius, dan saat kondisi biasa. Sepakati dan jalankan. Ini bukan soal saluran apa yang Anda gunakan atau berapa banyak? Tapi soal sistem komunikasi yang di terapkan. Di tabel dibawah ini4, Anda bisa lihat bahwa tatap muka tetaplah pilihan terbaik untuk semua kebutuhan problem solving anda
4. Berikan tanggung jawab sekaligus otoritas
Jika keduanya tidak sesuai, maka yang terjadi adalah frustrasi, stres dan overload. Jika seorang karyawan bertanggung jawab untuk hasil yang dia inginkan, maka berikan juga dia wewenang untuk memutuskan keputusan-keputusan strategis yang berhubungan dengan tanggung jawabnya. Ini adalah budaya kelas dunia di mana tanggung jawab didistribusikan kepada Team tapi mereka juga punya wewenang untuk mengambil risiko yang diperhitungkan. Mungkin memang awalnya butuh banyak penyesuaian, tapi ini adalah kunci dalam meningkatkan produktivitas individu di Team Anda
Muhammad Bahauddin Amin
Co-Trainer Syncplanner
Referensi:
1. https://tirto.id/bagaimana-data-pengguna-memberi-untung-bagi-go-jek-cukG
2. https://open.spotify.com/episode/7l7wm6YKVuuLo7HVTPxWmT
3. https://hbr.org/2009/10/making-time-off-predictable-and-required
4. Markovits Consulting