Obsesi kita pada produktifitas membuat kita stress dan lelah, juga meremehkan manfaat dari bersantai. Penulis Caleste Headlee mengklaim bahwa diri kita perlu mengalami momen bermalas malasan. Ini adalah penawar dari gejala yang kita sebut sebagai hiper produktif.
Saat ini isu produktivitas sedang tren di banyak negara. Tapi seperti pembahasan kita pada tulisan sebelum sebelumnya, produktivitas tidaklah sama dengan jam kerja yang panjang. Sehingga mindset kita harusnya benar soal ini. Setelah kematian karyawan dentsu 24 tahun di jepang 2015 silam yang bunuh diri karena stress lembur 105 jam sebulan, kita jadi tahu bahwa masih banyak perusahaan didunia yang salah kaprah soal produktivitas.
Mungkin kita harus belajar dari jerman. Negara itu sudah menerapkan work life balance. Berdasarkan data Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), Jerman menjadi salah satu negara dengan jam kerja paling rendah1 di dunia, yakni 1.363 jam per tahun.
Ini berarti rata-rata jam kerja karyawan di Jerman tak lebih dari 40 jam per minggu atau 7 jam perhari. Mereka sangat menghargai batasan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Bahkan saya pernah dengar pemerintah jerman melarang pengiriman email kerjaan setelah jam 6 sore.
Meski begitu, rendahnya jam kerja tak berarti produktivitas pekerja Jerman ikut menurun. Dilansir laporan majalah Time2, Jerman masuk ke dalam 10 besar negara dengan produktivitas tertinggi, dengan pencapaian produk domestik bruto sebesar 3.857 miliar dolar AS per tahun atau setara dengan Rp 52.158 triliun.
Pertanyaannya, kenapa jam kerja yang rendah, tambahan libur setahun rata-rata 30 hari, tapi produktivitas mereka tetap tinggi?
Dilansir dari salon.com3, penelitian dari Business Roundtable menyebut bahwa pekerja tidak akan bisa produktif setelah bekerja lebih dari 6 jam per hari. Dan dalam waktu yang lama akan memicu stress dan masalah kesehatan lainnya.
So, tidak mengherankan apabila banyak negara maju yang akhirnya memangkas jam kerja mereka justru untuk menambah produktivitas.
Perusahaan seperti KPMG, perusahaan jasa profesional terbesar dunia yang bergerak di bidang audit pajak, dan BASECAMP, perusahaan teknologi berbasis di Amerika Serikat telah mengadopsi kebijakan yang sama. Pun begitu dengan Swedia, yang awal 2017 lalu mewajibkan pegawainya bekerja 6 jam sehari. Dan juga Microsoft yang sudah sempat kita bahas pada tulisan sebelumnya (kalau masih ingat haha…)
Penulis buku do nothing, Celeste Headlee memulai menulis buku berjudul “Do Nothing” sebagai sebuah riset untuk yang dia rasakan salah dalam hidupnya. Dia merasa sukses, tapi satu sisi juga merasa lelah, tidak bahagia dan kewalahan.
Setelah melalui beberapa riset, ternyata masalah ini bukanlah masalah personal, tapi masalah kebanyakan masyarakat umum. Tidak hanya individu, masih ada perusahaan bahkan negara yang menganggap produktivitas berarti adalah mengurangi waktu istirahat dan terus menambah jam kerja.
Bukan hanya 20 tahun terakhir, tapi kebiasaan ini sudah ada sejak 200 tahun lalu. Orang dulu punya waktu kerja dan belajar yang tinggi, sebut saja ilmuwan nikola tesla yang punya waktu tidur hanya 3 jam sehari. Jika dia terlena tidak tidur seharian dengan pekerjaan, dia akan tertidur seharian di keesokan harinya. Leonardo da vinci memiliki waktu tidur yang juga tidak biasa, 15 menit setiap 4 jam. Tapi tidak semua seperti itu lho, Nama2 seperti Thomas Alva, Albert Einstein ternyata masih memiliki waktu tidur yang normal yaitu 8-10 jam.
Elon Musk, milyader dan ilmuwan modern ilmu astrofisika punya waktu tidur 6 jam sehari. Tapi jika diteliti lagi, jaman dulu kita maklumi jika ilmuan kita tidurnya kurang karena alat bantu manusia memang terbatas saat itu. Dan hasil yang mereka dapatkan juga sepadan, teknologi yang kita nikmati hari ini adalah hasil kerja keras banyak ilmuwan di masa lalu.
Tapi harini pekerjaan manusia sudah banyak dibantu oleh mesin. Artinya, diwaktu yang sama, manusia harusnya bisa 2x lebih produktif tanpa harus 2x lebih lelah. Tapi faktanya tidak begitu. Menurutnya Celeste, rasio bahagia para pekerja di amerika pun telah menurun dalam tahun-tahun terakhir dan ini penyebabnya adalah karena kelelahan.
Kultus efisiensi
Bertrand Russell beberapa dekade yang lalu mempopulerkan paham Kultus Efficiency, dikatakan bahwa jika Anda bisa lebih efektif, lebih produktif maka Anda akan lebih pantas. Dan ini selalu dikaitkan dengan seberapa banyak pekerjaan yang bisa dikerjakan dalam waktu yang efisien. Semakin sibuk. maka Anda akan semakin dianggap pantas oleh orang lain. Tapi ini bukanlah hal yang natural. Manusia tidak survive selama ini dalam doktrin seperti ini.
Era industri memperkenalkan perubahan ini dengan mengubah upah per pekerjaan menjadi per jam. Tampaknya sepele dan sederhana tapi ternyata hal ini mengubah cara pandang manusia terhadap waktu kerja dan jg terhadap waktu istirahat. Tentu Yang paling mudah dikorbankan adalah waktu istirahat. Karena dianggap sepele. Bahkan ketika benar2 diijinkan untuk beristirahat, mereka yang terlebih dahulu sudah terlanjur terpapar dan masuk ke siklus gaji per jam ini biasanya akan tetap berpikir agar waktu istirahat lebih baik tidak ada. Karena kembali lagi, dianggap hanya buang2 waktu. Ini adalah hasil riset para peneliti UCLA dan university of toronto pada dua kelompok. kelompok yang sebelumnya diingatkan soal gaji perjam dan diminta untuk bersantai, ternyata justru tidak menginginkan waktu istirahat itu dan berharap istirahat segera berakhir hahahaha….
Kultus ini ada dimana mana, satu sisi ini adalah terobosan dalam dunia profesional, satu sisi ini menghalangi kita untuk menjadi lebih manusiawi. Faktanya Anda butuh untuk bersantai. Bagaimana caranya? Dengan memperbaiki persepsi Anda soal waktu. Bekerjalah dengan fokus, kurangi nonton TV dan medsos, lalu tahu-tahu Anda punya cukup waktu untuk bersosialisasi dan bersantai beneran.
Bagaimana cara memperbaiki persepsi kita soal waktu tadi?
Buatlah jadwal yang berisi rinci bagaimana hari-hari anda sebaiknya anda jalani. jadwal ideal ini membuat anda memiliki kesempatan untuk menjadi lebih baik walaupun faktanya di lapangan anda belum tentu 100% sesuai rencana. Tapi minimal anda rencanakan. Harap diingat, masa depan itu tetap akan datang. mau anda rencanakan, atau tidak. Tapi jika anda rencanakan, minimal masa depan yang datang lebih baik dan lebih mirip dengan yang anda rencanakan ketimbang anda tidak punya rencana sama sekali.
Luangkan sedikit waktu untuk tidak produktif, sekedar bersantai. bingung? hahaha
Anda mungkin sibuk mengejar daftar tugas yang ada, tapi cobalah juga untuk meluangkan waktu dan memikirkan apakah yang dilakukan itu membuat Anda bahagia? Terlalu fokus pada efisiensi malahan membuat kita abai dengan hasil akhir. Ingat hasil akhir dari apapun tugas kita adalah membuat kita bahagia. Percuma uang Anda banyak, tapi keluarga Anda berantakan dan tubuh Anda sakit-sakitan.
Tanyakan kembali ke diri Anda, apakah sibuknya saya harini benar2 membawa saya pada tujuan akhir yang happy ending?
Apakah tetap bekerja dihari libur membuat Anda semakin dekat dengan tujuan Anda? Jika tidak maka segera hentikan hal itu. Jangan pernah over dalam berolahraga, over dalam bekerja, apalagi over soal makanan. Karena tubuh dan pikiran Anda tidak didesain untuk bisa over dalam apapun.
Bagaimana caranya do nothing?
Dengan cara berhenti melakukan apapun. Sesimple itu. Mungkin akan ada yang menilai hal ini seperti membuang-buang waktu dan ada rasa bersalah kalau melakukannya. Tapi yang harus Anda lakukan sebenarnya hanyalah benar-benar menikmati waktu yang ada. Bukan berarti harus nganggur beneran lho, walau bengong sesaat juga ada manfaatnya juga yang sudah kita bahas di artikel soal lamunan. Tapi anda bisa mengisinya dengan bermain tenis, membersihkan rumah, tiduran untuk memulihkan tubuh atau memasak. Yang penting, jangan bekerja dulu deh..artinya anda sudah berhasil do nothing
Perjelas batasan diri anda dan pekerjaan anda
Dalam dunia kita saat ini, pekerjaan itu seolah-olah ikut pulang kerumah bersama kita. Kita jadi tidak punya batasan yang benar terhadapnya. Walaupun tidak semua orang punya masalah yang seperti itu .
Tapi bagi mereka yang benar-benar punya masalah ini, terlebih di era WFH, tentunya menjadi sangat mudah bagi kita untuk pindah-pindah tempat kerja di secara acak di dalam rumah kita. Tapi ternyata itu adalah ide yang buruk. Karena batasan yang paling mudah Anda buat pertama kali adalah batasan wilayah kerja.
Walaupun mungkin cuma terbuat dari kain sarung, tentu lebih ideal jika Anda bisa menyiapkan ruangan khusus untuk kerja di rumah Anda. Dengan demikian Anda memiliki batasan benteng kerja Anda. Lalu anda mudah untuk masuk ke lingkungan baru ketika keluar dari ruangan itu dalam hal ini kita sebut skill ini sebagai master of transition.
Area kerja bukan hanya sekedar batasan fisik, tapi juga batasan mental. Ketika di dalam area kerja anda bekerja, fokus pada siklus Anda, tapi ketika di luar itu, Anda tidak bekerja, Anda do nothing, enjoy the time, play, happy, whatever it is!!
Batasi juga jam kerja anda
Anjuran berikutnya adalah kita juga sebaiknya menetapkan batasan jam kerja. Jika Anda sedang dalam mode WFH, dimana rumah Anda adalah kantor, maka otak seperti kesulitan membedakan Anda sebagai pekerja dan sebagai penghuni rumah. Banyak orang pada akhirnya stress pekerjaan terbawa hingga ke ranjang dan secara kesehatan ikut andil menurunkan imunitas tubuh hanya melalui kecemasan.
Ketika pulang kerumah, atau ketika memutuskan untuk masuk ke jam diluar kantor, Anda harus berani mengatakan “I’m done”. Pekerjaan sudah cukup, waktunya untuk yang lain. Dengan adanya embel-embel kerja flexible, justru membuat dua dunia ini menjadi tumpang tindih dan waktu yang tercemar menjadi makin luas dan tersebar acak.
Bagaimana kita bisa mengukur bahwa yang kita lakukan harini sudah cukup?
Mau ngomong “I’m done” tapi mulut seperti ada yang menahan, mungkin karena pikiran anda masih merasa belum cukup bekerja. Dimana masalahnya? pikiran anda belum tentu selalu benar, dan tidak perlu diladeni semua pikiran anda.
Jika Anda membuat goal yang harus Anda lakukan selama seminggu, dan Anda susun dalam rencana harian yang jelas, maka Anda jadi mudah mengukur seberapa cukup pekerjaan Anda hari itu. Hidup akan sama bermasalahnya ketika Anda kebanyakan tugas atau tidak punya tugas sama sekali. Tapi satu2 jalan yang membuat Anda sampai ketempat yang Anda inginkan adalah dengan memiliki beberapa tugas yang penting dan wajar untuk dilakukan, so kenapa tidak larut dalam tugas-tugas itu? Sembari Anda tetap menikmati waktu Anda yang lain dengan bersantai.
Bagi yang income oriented, info ini mungkin tidak terlalu menyenangkan. Karena ternyata terlalu banyak bekerja hanya meningkatkan rata-rata penghasilan 6% setahun. Nggak worth It kalau ditukar dengan stress, lelah dan sakit-sakitnya diri anda.
Sosial media
Penting juga untuk bisa membatasi diri dari sosial media. Mereka kadang bisa membuat kita stress di saat-saat terbaik diri kita. Dan mengganggu keseluruhan aktivitas kita di sisa hari itu. Kita harus bisa memperlakukan medsos seperti cemilan. Kita yang tentukan kapan sebaiknya dibuka. Entah 2x sehari atau 3x sehari. Kita tidak bisa berada disana sepanjang hari.
Medsos adalah pendukung kultus efisiensi yang baik. Tempat yang ideal untuk pamer kesibukan. Tentu banyak kebaikan yang bisa dilakukan melaluinya, tapi pesan utama yang penting disini adalah, dengan medsos, kita jadi mudah sekali membandingkan diri kita dengan orang lain. Siapa yang paling produktif di dunia maya? Ini adalah kontes yang tidak perlu kita ikuti. Tapi banyak orang terjebak di sana. anda termasuk orangnya? haha
SIBUK = KEREN
Dulu sekali.., waktu senggang adalah tanda dari kekayaan dan status sosial tinggi. Saat ini, mereka yang berpendidikan tinggi justru bekerja lebih sibuk dari mereka yang tidak punya gelar. Sibuk seolah-olah menjadi gelar berharga, prestise. Tapi justru tanpa disadari terlalu sibuk menghilangkan koneksi sosial yang penting untuk kesehatan mental dan fisik. Ramah menjadi skill dalam bentuk text dan tidak dikuasai dalam hubungan sosial. mereka lebih jago memilih emoticon untuk expresi sosial ketimbang melatih wajah untuk tersenyum di waktu yang tepat. Trust me, ini skill yang sulit. Anda boleh cek, mereka yang hidupnya terlalu sibuk. Seringkali tidak siap dalam bersosialisasi.
Urusan ibadah juga nggak boleh Over
Ternyata, Tuhan juga Nggak suka hamba nya berlebihan dalam beribadah. Ada hak tubuh yaitu istirahat yang juga wajib di tunaikan. hal ini dibahas dalam buku4 Riyadus Sholihin karangan Imam Nawawi Bab 14.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Ash r.a. bahwa ia berkata: Rasululah saw bertanya kepadaku :Wahai Abdullah , aku telah diberitahu bahwa engkau selalu puasa siang hari, dan qiyamullail malam harinya? Aku menjawab : Benar Ya Rasulullah. Lalu Beliau bersabda: jangan kau lakukan itu terus menerus tapi puasalah dan berbukalah, tahajjudlah dan tidurlah karena sesungguhnya jasadmu punya hak atas kamu, kedua matamu juga punya hak atasmu, istrimu punya hak atasmu, dan tetanggamu punya hak atasmu. Sesungguhnya cukup bagimu puasa sebulan tiga hari ( puasa ayyamul biidh) karena setiap kabaikan itu dibalas sepuluh kali lipat berarti kamu seakan puasa satu tahun.” Maka akupun minta ditambah berat amalannya seraya berkata; Ya Rasulullah , aku masih memiliki kekuatan untuk itu. Beliau bersabda: kalau begitu, Puasalah seperti puasanya Nabi Daud a.s. dan jangan lebih dari itu. ( H. Riwayat Bukhori)
Allah menghendaki umatnya hidup bahagia dunia dan akhirat. Kenapa muslim dilarang tenggelam dalam 1 ibadah saja? Karena ibadah bukan hanya shalat dan puasa saja. Mencari nafkah halal adalah ibadah, mencuci baju anak dan istri adalah ibadah, memasak untuk keluarga adalah ibadah, belajar adalah salah satu ibadah wajib yang sering diulang2 di banyak kesempatan.
“Hindarilah berlebihan seperti itu. Kamu harus melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuanmu. Demi Allah, sesungguhnya Allah SWT tidak akan bosan sampai kamu benar-benar bosan” Sesungguhnya ketaatan beragama yang disenangi olehNya adalah ibadah yang dilakukan secara rutin” ( Muttafaq a’alaih)
Ditulis oleh Muhammad Bahauddin Amin
Co-Trainer SyncPlanner
Referensi: