Pernah dengar istilah Fatherless Country?
Menurut Edward Elmer Smith psikolog Amerika, Fatherless adalah hilangnya peran ayah dirumah baik fisik maupun psikologisnya. Dan Fatherless Country adalah negara dengan peran ayah yang minim.
Menurut Menteri sosial Khofifah Parawansah 2017 silam, Indonesia berada di peringkat 3 dunia Fatherless Country. Krisis ayah ini disebabkan karena paradigma orang Indonesia yang beranggapan bahwa suami bertugas bekerja sedang ibu tugasnya menemani anak-anak.
Di Indonesia memang masih terbatas yang membahas ini, di negara barat kasus Fatherless kebanyakan terjadi karena pasangan tidak menikah. Berbeda dengan di Indonesia yang pasangannya menikah tapi ayahnya hilang dari proses pengasuhan.
Kenapa hal ini penting kita bahas, karena masing-masing punya peran yang sebenarnya tidak bisa digantikan oleh pasangan. Keduanya harusnya bersama membentuk orkestra yang indah. Jika ada peran yang hilang, bisa dipastikan proses pengasuhan tidak berjalan baik.
Hal ini terlihat dari minimnya minat ayah yang ingin belajar parenting sebelum atau sesusah menikah. Penelitian yang dilakukan oleh guru saya bunda Elly Risman dari tahun 2008-2010, studi di 33 provinsi di Indonesia, menyatakan bahwa Indonesia salah satu negara paling “yatim” di dunia. Waktu anak bertemu ayahnya hanya 65 menit perhari. Sedangkan di amerika hanya 17 menit perhari (yusuf, 2015)
Apakah dampaknya serius?
Secara teori anak tanpa ayah akan menjadi kurang inisiatif, kurang berani ambil risiko, harga diri yang rendah, depresi, terlibat pergaulan bebas dan punya masalah emosional (korban atau pelaku bully).
Secara fakta, sudah banyak yang membahas bahwa kekacauan rumah tangga lebih sering karena ayahnya yang “kacau”.
Sebuah jurnal1 yang membahas tentang relasi ayah dengan anak skizofrenia, hasil penelitiannya menemukan bahwa mayoritas interaksi negatif terjadi pada ayah karena putus asa dengan kondisi anaknya. Hal ini membuat banyak orang makin meyakini bahwa ayah memang tidak cocok dalam hal kesabaran dan pengasuhan.
Ayah berperan penting dalam membantu anak mengenal dan bersosialisasi di dunia luar. Walaupun tidak sepenuhnya benar karena ayah yang memiliki prioritas akan keluarga ternyata memiliki cara pandang yang berbeda 180 derajat.
Penelitian yang dilakukan oleh Hidayati, Kaloeti, dan Karyono (2011) menghasilkan penelitian bahwa peran ayah di dalam pengasuhan anak memberikan gambaran yang cukup positif di berbagai aspek, baik waktu, perhatian, dan interaksi.
Tiga peran penting ayah yaitu: mencari nafkah (memenuhi kebutuhan keluarga) 62%, mendidik anak (memberi nasehat) 57%, melindungi keluarga dan memberi kasih sayang 41%, kepala keluarga 42% dan sebagai teladan 19%.
Hal tersebut menunjukkan bahwa ayah memiliki peran yang utama sebagai pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Selain itu, mendidik anak juga penting dilakukan oleh ayah kepada anak sebab mendidik anak merupakan bagian dari peran ayah di dalam keluarga
Masih kata bunda Elly Risman, anak yg mendapat keterlibatan pengasuhan ayah menjadi lebih pintar secara akademik, lebih percaya diri, dan menjadi orang yg suka menghibur orang lain ketika telah dewasa.
Siapa beliau ini yang sering saya kutip statementnya ini? Beliau adalah seorang psikolog asal Indonesia spesialis pengasuhan anak dan sekaligus menjabat direktur pelaksana yayasan kita dan buah hati.
Awal saya jatuh cinta pada beliau adalah saat menonton presentasi beliau soal pornografi dan anak pada acara FGD yang diselenggarakan komisi penyiaran Indonesia di kantor kementerian komunikasi 2013 silam. Anda boleh juga melihat banyak lecture beliau di youtube.
Kembali soal fatherless, menurut Grimm-Wassil2, ayah memliki area-area penting dalam pengasuhan seperti misalnya tanggung jawab, disiplin, dan percaya diri. Pendidikan tauhid dan persiapan Aqil Baligh juga merupakan tugas penting ayah yang tidak bisa digantikan ole ibu.
Jadi bukan hanya soal nafkah ya, justru yang membedakan ayah dengan ATM adalah bagaimana ayah punya peran membentuk karakter positif yang kuat di keluarga bukan hanya untuk anak tapi juga pasangan.
Tidak jarang kasus LGBT adalah juga karena hilangnya peran ayah di rumah. Di dalam Al-qur’an misalnya, 14 dari 17 dialog pengasuhan terjadi antara ayah dan anak. Betapa penting peran ayah dalam pengasuhan dibandingkan ibu.
Wahai ayah, kembalilah ke rumah. Jika Anda mau sebentar saja menemai anak belajar, bermain, membagi tugas bersama ibu, pastilah kita temui banyak anak hebat, sopan dan berkarakter kuat di jalanan saat ini.
Era digital saat ini, peran ayah sangat penting. Tapi pengalaman di lapangan terjadi sebaliknya. Banyak anak kecanduan game, pornografi karena kurangnya perhatian ayah.
Mengukuhkan peran ayah sebagai pemimpin di keluarga dimulai dari kemampuan sang ayah menentukan GBHK (garis besar haluan keluarga).
Ayah adalah kepala sekolah, dan ibu adalah gurunya. Jika sampai tahap menentukan prioritas arah keluarga saja ayah belum mampu, maka bisa dipastikan keluarga akan berjalan tanpa arah.
Kita temui banyak anak yang kebingungan memilih jurusan selepas kelulusan SMA, ini adalah salah satu tanda utama peran ayahnya hilang di rumah. Ayah bertugas menemani diskusi dengan anak soal itu. “nak, ayah ingin kamu jadi dokter kalau perlu jadi double dokter. Jika kamu setuju, apa yang bisa ayah bantu? Ayo kita diskusikan” kurang lebih ini cuplikan yang harusnya ayah bangun bersama anak lebih sering.
Keluarga adalah seperti perusahaan. Ayah ada CEO yang memiliki rencana masa depan yang benar-benar bisa dilihat jelas oleh seluruh anggotanya. Semua peran dibagi dengan rata sehingga perusahaan yang bernama keluarga ini bisa sampai finish dengan sukses. Sampai dimana produktifitas keluarga, tergantung sejauh mana peran CEOnya.
Sayangnya sedikit sekali calon ayah atau calon suami yang menyadari betapa pentingnya skill ini harus dipelajari sebelum atau setelah menikah. Keluarga gagal hampir selalu karena ayah yang gagal.
Jangan langsung terpukau oleh seorang yang Anda kenal berhasil karirnya, disenangi banyak orang, punya aset dimana-mana, tapi anaknya sendiri tidak pernah disapa.
Tujuh tahun lalu waktu akan menikah, saya mendapat nasehat penting dari ibu saya. Kata ibu saya, cara terbaik mengenal orang dengan cepat adalah dengan tahu bagaimana hubungan dia dengan keluarganya. Itu sebabnya kenalan paling penting sebenarnya bukan dengan gebetan kita, tapi harusnya dengan keluarganya dulu.
Laki-laki yang hormat dan sayang dengan ibunya, hampir selalu akan menjadi suami yang hormat dan sayang dengan istri. Dari sononya sudah hormat dengan wanita. Sudah paham kan polanya jika ketemu suami yang suka KDRT mungkin diawal si istri kurang teliti melihat pola ini.
Cara yang sama biasanya saya pakai ketika ingin berkenalan dengan orang baru yang akan saya ajak kerjasama bisnis misalnya. Anda bisa saja mendapat informasi lebih detil dengan berkenalan lebih dahulu dengan keluarganya, bukan dengan orangnya langsung.
Cobalah ajak ngobrol anak teman Anda. Saya yakin 10 menit Anda ajak ngobrol anak teman Anda, Anda akan paham sejauh mana kualitas teman Anda. Apakah hebat luar dalam atau hanya luarnya saja yang hebat.
Nah sekarang Anda sudah berani jawab? Berapa menit seharian Anda berinteraksi dengan anak Anda? Adakah 10 menit sehari? Interaksi yang dihitung bukannya sambil Anda pegang laptop, sambil masak dan sambil-sambil lainnya lho ya. Yang dimaksud interaksi di sini adalah full 100% dengan menatap, menyentuh dan terlibat bicara.
Masih dalam kaitannya dalam ketangguhan anak di era digital, sebuah tesis juga menyatakan hilangnya peran ayah membuat anak laki-laki nakal, mudah terkena narkoba dan sex bebas. Efeknya untuk anak perempuan juga sama yaitu depresi dan sex bebas. Ternyata kerusakan yang ditimbulkan sangat besar hanya karena ABAI-nya ayah.
OK baik, sekarang kita bahas obatnya.
Nggak asyik donk Cuma bahas masalah. Saya sederhanakan dengan konsep 1821. Konsep 1821 adalah cara kita benar-benar bisa hadir dalam pengasuhan anak kita. Tentunya yang saya bahas disini bukan Cuma untuk ayah saja, ibu juga wajib terlibat walau kenyataannya dalam 24 jam mungkin ibu lah yang benar-benar bisa hadir lebih banyak.
Tapi yang membuat 1821 ini berbeda adalah karena kita benar-benar fokus. Saya tidak akan bahas teknik, aliran, apalagi konsep psikologinya. Karena saya bukan ahlinya, saya hanya praktisi yang suka sharing.
Anda bebas menggunakan konsep apa saja, mau itu konsep nabawiyah, konsep konvensional, konsep turunan atau konsep drone parenting dan nama-nama lainnya yang bisa Anda pilih sesuai kebutuhan Anda. Tapi yang coba saya bahas singkat adalah bagaimana Anda menggunakan Sync Planner untuk menciptakan keluarga yang lebih produktif.
Konsep 1821 adalah sesuatu yang saya pelajari dari salah satu guru parenting saya yaitu Abah Ihsan. Konsep 1821 artinya 3 jam khusus yang kita luangkan sejak jam 18.00 malam sampai jam 21.00 malam.
Istilah 1821 ini tidak mesti mengacu pada jam tersebut, Anda tentu bebas mengaturnya, tapi yang umum terjadi adalah pagi sampai sore semua anggota keluarga sibuk dengan urusan masing-masing.
Tiga jam terakhir ini juga adalah momen terakhir dalam seharian itu yang bisa menyatukan kembali keluarga. Jika dilewatkan, maka bisa dipastikan hubungan itu makin lama makin hambar.
Jangan anggap remeh ya, tanpa Anda sadari Anda menua, anak-anak membesar, hubungan makin jauh dan akhirnya Anda mulai menyesali waktu asyik yang terlewati ini. Bahkan suami istri pun bisa kembali romantis jika benar-benar bisa terlibat di 1821 ini. OK kita masuk ke teknisnya ya!
Pada buku Sync Planner Anda, anggarkan setidaknya 3 jam sehari khusus untuk keluarga. Saya pribadi memilih pukul 18.00-21.00 sebagai ritual malam.
Karena anak-anak juga masih pada di bawah 10 tahun, memang lebih asyik mengatur jam ini, terlebih memang mereka harus dilatih tidur lebih cepat (pukul 21.00) agar bisa bangun lebih pagi. Semua anggota keluarga wajib hadir dan akan ada denda jika ada anggota yang tidak hadir.
Sesibuk apapun kakak di kampus, sepadat apapun ayah di kantor, atau se-euforia apapun ibu mengejar diskon di Mal, aturannya adalah semua anggota sudah harus standby di rumah saat jam keluarga. Buat motto bahwa keluarga lebih penting dari apapun (kalau perlu tempel secara norak di ruang tamu anda)
Tiga jam ini diisi dengan banyak hal yang sifatnya asyik dan melekatkan hubungan. Bisa bermain game, menonton, membaca atau belajar. Jika anak Anda masih balita, gunakan rumus 3B untuk mengisi 1821 (Belajar, Bermain dan Baca).
Bacakan mereka cerita-cerita pilihan fiksi misalnya siroh agar membangun imajinasi mereka lebih hidup dan berani atau buku sains yang menurut pengalaman saya lebih membangun minat anak karena banyak gambar aneh-aneh ketimbang buku bahasa atau buku matematika.
Saat “Waktu Keluarga” ini, semua anggota keluarga wajib offline dari semua gadget. Ayah dan bunda tolong 3 jam ini fokus menemani keluarga. Lupakan dulu sejenak apapun yang Anda kejar. Ingat bahwa 3 jam seharian ini adalah investasi berharga Anda 10 tahun ke depan.
Jika Anda ingin melihat anak anda 10 tahun lagi berkasih sayang dengan saudaranya, mendengarkan setiap nasehat Anda, selalu memilih Anda sebagai teman curhat, jauh dari pergaulan bebas dan narkoba, sangat peduli terhadap orangtuanya bahkan menjadi leader di masyarakat, maka 3 jam setiap hari ini adalah suplemennya.
Jangan senang dulu dengan sekolah mahal yang Anda bayar setiap semester itu, mungkin Anda akan kecewa, maaf, tapi sekolah mahal memang sudah pasti membuat anak keren dan dompet Anda kering.
Tapi belum tentu membuat anak Anda hebat. Kalau sekolah mahal memang jaminan anak hebat, kenapa anak-anak homeshooling juga bisa berprestasi? Padahal hanya ditemenin orang tua tanpa guru bersertifikat mahal? Ukurannya memang tidak sesederhana itu. Tapi mari kita kembali fokus pada keluarga kita.
Sebagai penutup, ijinkan saya kasih tantangan buat Anda. Minta orang lain atau tetangga Anda mewawancarai anak Anda. Dan minta pendapat mereka tentang orangtuanya. Mungkin dari sana Anda bisa banyak instrospeksi diri. Misalnya tetangga Anda bertanya kepada anak Anda tentang :
Apa pekerjaan ayah?
Apa Ayah sayang sama kakak?
Apa kakak sayang sama ayah?
Dan lain-lain yang mungkin Anda penasaran
Beberapa jawaban lucu yang saya temui misalnya
“Ayahku kerja main game di hape” atau “bunda sayang sama aku hanya malam saja” dan banyak jawaban lucu lainnya yang sebenarnya bisa jadi bahan renungan ke diri sendiri sejauh mana kita sudah menyayangi dan menjadi contoh buat anak-anak kita.
Bahkan jika Anda benar-benar orang tua sejati, mintalah selalu nasehat dari anak setiap kali berpisah dengan mereka. Misalnya setiap pagi saat Anda akan pergi kekantor, cium kening anak dan tanyakan kepada mereka “punya nasehat untuk papa harini nak?” bisa jadi Anda dapat insight baru untuk hari itu.
Banyak masalah yang bisa timbul hanya karena anak kurang didengarkan ceritanya, kurang ditemani bermain, kurang dibacakan buku, atau kurang dipeluk dan dicium. Semua masalah ini beres jika Anda konsisten hadir setiap hari pada skema ini. Selamat mencoba!
Ditulis oleh
Muhammad Bahauddin Amin
Co-Trainer sync planner
Referensi
1. Khurotul Isnanur. 2015.”relasi ayah – anak pada ayah dengan dengan skizofrenia”. Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro.
2. Claudette Wassil-Grimm. 1994. “Where’s Daddy”. Overlook Books; 1st edition (July 1, 1994)
Descargar MP3 de Musica Electronica 2018para Train In The Gym Fitness Women Motivation Gratis – GRANTONO super kamagra uk directed activities – aquabide